Loading

'Oceans': Keajaiban Dunia Nyata Yang Lebih Menakjubkan dari 'Avatar'


Jakarta - Kesengsem dengan dunia rekaan serba biru dalam film 'Avatar'? Di dunia nyata, hal-hal yang menakjubkan, bahkan mungkin lebih ternyata memang ada. Inilah film 'Oceans' karyaJacques Perrin yang dibantu sutradara pendamping Jacques Cluzaud.

Di sini, kita akan dihantar kepada apapun tentang samudera, dari hal yang paling indah, misteri, hingga yang membuat penonton trenyuh. Selama 84 menit, kita akan menikmati puluhan ikan pari yang 'terbang' bagai pesawat induk luar angkasa, ratusan ikan kecil yang berthawaf membentuk formula tertentu, atau persahabatan antara ikan ganas dengan ikan mungil, atau ratusan burung camar yang mencari mangsa bagai pesawat pemburu.

Tak lupa pula ribuan ubur-ubur raksasa yang bagai bersinar anggun, atau disodorkan fakta apa itu padang rumput di bawah laut, bahkan kerang yang telanjang dan mencari cangkang. Belum lagi aneka rupa dan warna makhluk lautan.

Tentu saja, ada semacam rantai makanan, bagaimana ikan yang kecil dimakan ikan yang lebih besar, atau antara kepiting yang bertarung. Tapi ada juga simbiosis mutualisme antar mereka. Di sini, kita disadarkan bahwa samudera mempunyai aturan dan bahasanya sendiri.

Yang tak kalah menakjubkan,film ini jauh dari kesan membosankan, walau narator tidak banyak berbicara, dan bahasa audio visual lebih berperan. Ya, tidak hanya gambar yang tajam, bahkan kecipak air pun terdengar begitu jelas.

Sinematografinya patut dipuji. Sang kamera banyak memberikan close up bahkan extreme close-up kepada kehidupan laut, termasuk plankton dan bayi kura-kura. Belum lagi shot-shot yang bervariasi, tidak sekadar mengikuti seekor binatang, tapi membaginya menjadi beberapa shot: dari atas, samping, bawah, dan banyak lagi. Perrin juga memanfaatkan kamera tersembunyi serta berbagai peralatan baru untuk merekam jejak binatang.

Musik pengiringnya, diracik oleh Bruno Coulais, juga mendukung misteri, kemegahan, dan kejenakaan penghuni laut.

Dan, menjelang akhir, terlontarlah beberapa pernyataan keras terhadap ulah manusia, monster tak bertanggung jawab. Betapa sedihnya kita melihat ikan Hiu ditangkap, dicabuti sirip-siripnya dan ekornya, dan lalu dicemplungkan kembali ke laut. Atau betapa sungai begitu mencemari samudera.

Tidak puas hanya itu, ada juga adegan seorang kakek membawa cucunya ke museum satwa laut untuk melihat spesies laut yang dikeraskan, atau akuarium raksasa. Kepunahan begitu mengancam makhluk lautan, dan film ini mengajak penontonnya untuk berbuat sesuatu. "Masih belum terlambat!" ujar naratornya.

Perrin menghabiskan waktu 2 tahun untuk mempersiapkan film ini, dan 4 tahun lagi untuk menyelesaikannya, dengan total biaya lebih dari 50 juta Euro dan 50 lokasi di seluruh dunia. Dia juga membentuk 12 tim untuk melakukan 70 ekspedisi ke berbagai penjuru guna mencari kura-kura laut tropis hingga penghuni lautan es.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, Perrin mengundang ratusan ilmuwan untuk diajak berdialog.Dia meminta berbagai saran dan nasihat agar yang dia lakukan tidak sampai mengganggu aktivitas binatangbinatang tersebut.Semua saran itu dia perhatikan saat membuat film. Sebuah kesabaran yang berbuah sukses dan pencapaian.

Perrin memang dikenal sebagai aktivis lingkungan. Sebelumnya, filmnya' Winged Migration' juga kurang lebih berbicara sama dengan topik spesies burung. Film ini masuk nominasi dokumenter terbaik di Academy Awards. Walau dokumenter, tapi di negeri asalnya, Prancis, film ini menjadi film terlaris:dalam 48 jam disaksikan 105 ribu penonton!

Di Amerika, film ini diboyong oleh Disney dan narasi diisi Pierce Brosnan. Kita beruntung disuguhi film aslinya, yang narasinya diisi langsung oleh sang sutradara.

Selamat menikmati belasan Lumba-Lumba yang berlombatan kegirangan, atau mesranya hubungan ayah dan anak Anjing Laut. Sebuah film yang puitis dan memanjakan mata. Sebuah film yang dengan sukses membuat saya ingin menjadi Deni Manusia Ikan (lagi) dan mencoba menyelam di indahnya Bunaken atau Ambon.
StumbleDeliciousTechnoratiTwitterFacebookReddit

0 komentar: